PENGERTIAN KONSEP DIRI
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan
orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998).
Hal ini temasuk persepsi individu akan
sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai
yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin
(1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya
secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan spiritual.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
Menurut Stuart dan
Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri.
Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other
(orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri
sendiri).
1. Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada
waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai
mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya
memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui
kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan
tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan
pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta
aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri
dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri
sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan
interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi
orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya,
pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya
dan sosialisasi.
3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu
terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap
pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui
pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek
yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang
positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang
dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan
penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari
hubungan individu dan sosial yang terganggu.
Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian
tentang konsep diri dapat di lihat berdasarkan rentang rentang respon konsep
diri yaitu:
PEMBAGIAN KONSEP DIRI
Konsep diri terbagi
menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan oleh
Stuart and Sundeen ( 1991 ), yang terdiri dari :
1. Gambaran diri ( Body Image )
Gambaran diri adalah
sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi
dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen , 1991).
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian
tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi
lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat ,1992 ).
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan
dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya
manarima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar
dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan
konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap
terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi
gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu
integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa :
1. Operasi.
Seperti : mastektomi,
amputsi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula
tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain –lain.
2. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta,
tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau asing dengan
bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
3. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan
fngsi tubuh
Seperti sering terjadi
pada klie gangguan jiwa , klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh
sangat berbeda dengan kenyataan.
4. Tergantung pada mesin.
Seperti : klien intensif
care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan
informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
5. Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan
tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring
dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon
negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati
perubahan tubuh yang tidak ideal.
6. Umpan balik interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya
tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat
seseorang menarik diri.
7. Standard sosial budaya.
Hal ini berkaitan dengan
kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya
serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran
diri individu, seperti adanya perasaan minder.
Beberapa gangguan pada gambaran diri
tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
1. Syok Psikologis.
Syok Psikologis
merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada
saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap
ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat
klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan
proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
2. Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan
kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak mungkin maka klien
lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak
ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
3. Penerimaan atau pengakuan secara
bertahap.
Setelah klien sadar akan
kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien
mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari
gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala
dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif
sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
1. Menolak untuk melihat dan menyentuh
bagian yang berubah.
2. Tidak dapat menerima perubahan struktur
dan fungsi tubuh.
3. Mengurangi kontak sosial sehingga
terjadi menarik diri.
4. Perasaan atau pandangan negatif
terhadap tubuh.
5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau
fungsi tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan keputusasaan.
7. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8. Depersonalisasi.
9. Menolak penjelasan tentang perubahan
tubuh.
2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen
,1991).
Standart dapat berhubungan dengan tipe
orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang
ingin di capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin
dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita–cita dan harapan pribadi berdasarkan
norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan .
Ideal diri mulai berkembang pada masa
kanak–kanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan
keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui
proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
1. Kecenderungan individu menetapkan ideal
pada batas kemampuannya.
2. Faktor budaya akan mempengaruhi
individu menetapkan ideal diri.
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan
berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari
kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghindari kegagalan .
6. Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan
mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini
hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari
kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992 ).
3. Harga diri .
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991).
Frekuensi pencapaian tujuan akan
menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu
sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan
dari orang lain (Keliat, 1992).
Biasanya harga diri sangat rentan
terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa
masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengam ansietas
yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan
harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko
terjadi depresi dan skizofrenia.
Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri
dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma )
atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di
ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator
yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak
masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai
dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai
orang lain.
Pada saat anak berkembang lebih besar,
anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang
dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak
dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap
prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak
merasa tidak berguna.
2. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk
berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia
membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu
tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat
individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan
keluarga merasa rendah diri.
4. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang
rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan
balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri
anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat.
Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.
5. Pengalaman traumatik yang
berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa
penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan.
Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk
menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang
biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi
dan denial pada trauma.
4. Peran.
Peran adalah sikap dan
perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ). Peran yang ditetapkan adalah peran
dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah
peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu
sebagai aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil
dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di
masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (
Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan
peran yang tidaksesuai atau peran yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and
sundeen, 1998 adalah :
1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan
yang sesuai dengan peran.
2. Konsisten respon orang yang berarti
terhadap peran yang dilakukan .
3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran
yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu
terhadap perilaku peran.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan
ketidak sesuain perilaku peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian
individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
1. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan
perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan .
2. Konsistensi respon orang yang berarti
atau dekat dengan peranannya.
3. Kejelasan budaya dan harapannya
terhadap prilaku perannya.
4. Pemisahan situasi yang dapat
menciptakan ketidak selarasan . Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi
perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang
sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi
peran.
Transisi peran tersebut dapat di
kategorikan menjadi beberapa bagian, seperti :
1. Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan
ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus di lalui individu dengan
menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda – beda. Hal ini dapat merupakan
stresor bagi konsep diri.
2. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur
kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau
kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3. Transisi sehat sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan
gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu gambaran
diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di
cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting
adalah persepsi klien terhadap ancaman.
Selain itu dapat saja terjadi berbagai
gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di
akibatkan oleh :
1. Konflik peran interpersonal
Individu dan lingkungan tidak mempunyai
harapan peran yang selaras.
2. Contoh peran yang tidak adekuat.
3. Kehilangan hubungan yang penting
4. Perubahan peran seksual
5. Keragu-raguan peran
6. Perubahan kemampuan fisik untuk
menampilkan peran sehubungan dengan proses menua
7. Kurangnya kejelasan peran atau
pengertian tentang peran
8. Ketergantungan obat
9. Kurangnya keterampilan sosial
10. Perbedaan budaya
11. Harga diri rendah
12. Konflik antar peran yang sekaligus di
perankan
Gangguan-gangguan peran yang terjadi
tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti :
1. Mengungkapkan ketidakpuasan perannya
atau kemampuan menampilkan peran
2. Mengingkari atau menghindari peran
3. Kegagalan trnsisi peran
4. Ketegangan peran
5. Kemunduran pola tanggungjawab yang
biasa dalam peran
6. Proses berkabung yang tidak berfungsi
7. Kejenuhan pekerjaan
5. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu
kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan
identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain.
Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan
penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan
menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak
bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas
adalah jenis kelamin (Keliat,1992).
Identitas jenis kelamin berkembang sejak
lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak
dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing
jenis kelamin tersebut.
Perasaan dan prilaku yang kuat akan
indentitas diri individu dapat ditandai dengan:
a. Memandang dirinya secara unik
b. Merasakan dirinya berbeda dengan orang
lain
c. Merasakan otonomi : menghargai diri,
percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri.
d. Mempunyai persepsi tentang gambaran
diri, peran dan konsep diri
Karakteristik identitas diri dapat
dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti :
1. Individu mengenal dirinya sebagai
makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain
2. Individu mengakui atau menyadari jenis
seksualnya
3. Individu mengakui dan menghargai
berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis
4. Individu mengaku dan menghargai diri
sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya
5. Individu sadar akan hubungan masa lalu,
saat ini dan masa yang akan datang
6. Individu mempunyai tujuan yang dapat
dicapai dan di realisasikan (Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KONSEP DIRI
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terhadap masalah konsep diri adalah
persepsi individu atau pola konsep diri, pola berhubungan atau peran, pola
reproduksi, koping terhadap stres, serta adanya nilai keyakinan dan tanda-tanda
ke arah perubahan fisik, seeprti kecemasan, ketakutan, rasa marah, rasa
bersalah dan lain-lain.
B. Diagnosis
Keperawatan
1. Gangguan
konsep diri (gambaran diri) dikarenakan perubahan fisik atau kehilangan bagian
tubuh.
2. Gangguan konsep diri (harga diri) dikarenakan harapan diri yang tidak realistis.
3. Gangguan konsep diri (identitas diri) dikarenakan harapan orang tua yang tidak realistis.
4. Gangguan konsep diri (peran) dikarenakan ketidakmampuan menerima peran dan pekerjaan baru di masyarakat.
2. Gangguan konsep diri (harga diri) dikarenakan harapan diri yang tidak realistis.
3. Gangguan konsep diri (identitas diri) dikarenakan harapan orang tua yang tidak realistis.
4. Gangguan konsep diri (peran) dikarenakan ketidakmampuan menerima peran dan pekerjaan baru di masyarakat.
C.
Perencanaan dan Tindakan Keperawatan
1. Meningkatkan gambaran (citra) diri pasien, dengan
cara:
Menciptakan hubungan saling percaya dengan mendorong
pasien untuk membicarakan perasaan tentang dirinya.
Ø Meningkatkan
interaksi sosial dengan cara membantu pasien untukØ menerima pertolongan dari orang
lain, mendorong pasien untuk melakukan aktivitas sosial, menerima keadaan
dirinya dan lain-lain.
Bila terjadi perubahan atau kehilangan fungsi tubuh,
berikan pemahamanØ tentang
arti kehilangan.
Mendorong pasien berinteraksi terhadap kehilangan dan
menggali alternatif yang nyata guna membantu mengatasinya.
2. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
Membantu pasien untuk mengurangi katergantungan
dengan bersikap mandukung dan menerima. Memberi kesadaran pada pasien akan
pentingnya keinginan atau semangat hidup tinggi.
Meningkatkan sensivitas pasien akan dirinya dengan memberi perhatian,Ø membangun harga diri dengan memberikan umpan balik positif atas penyelesaian yang dicapai, menghargai privasi, dan mendorong pasien untuk melakukan latihan yang membangkitkan harga diri.
Meningkatkan sensivitas pasien akan dirinya dengan memberi perhatian,Ø membangun harga diri dengan memberikan umpan balik positif atas penyelesaian yang dicapai, menghargai privasi, dan mendorong pasien untuk melakukan latihan yang membangkitkan harga diri.
Membantu pasien mengekspresikan pikiran dan perasaan
dengan mendorong mengungkapkan perasaan, baik positif maupun negatif.
Memberi kesempatan untuk melakukan aktivitas sosial
yang positif.Ø Mendorong
pasien untuk berhubungan dengan teman atau kerabat dekat dan terlibat dengan
aktivitas sosial. Jangan biarkan pasien mengisolasi diri.
Memberi kesempatan mengembangkan keterampilan sosial
dan vokasionalØ dengan cara
mendorong sikap optimis dan berpartisipasi dengan segala aktivitas.
3. Memperbaiki identitas diri pasien, dengan cara:
-
Mengenal diri sendiri sebagai bagian dari tubuh dan
terpisah dengan orang lain.
Ø Mengakui
seksualitasnya sendiri.
Ø Memandang
berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
Ø Menilai
diri sendiri sesuai penilaian masyarakat.
4. Meningkatkan atau memperbaiki peran pasien, dengan
cara:
- Membantu meningkatkan kejelasan perilaku dan
pengetahuan yang sesuai dengan peran.
Ø Mempertahankan
kosistensi terhadap peran yang dilakukan.
Ø Menyesuaikan
antara peran yang diemban.
Ø Menyelaraskan
antara budaya dan harapan terhadap perilaku peran.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah konsep diri secara umum
dapat dinilai dari kemampuan untuk menerima diri, menghargai diri, melakukan
peran yang sesuai, dan mampu menunjukkan identitas diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar